Kamis, 02 Januari 2014

MOHAMMAD IQBAL DAN PEMIKIRANNYA


Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal adalah seorang penyair, ahli hukum, bapak rohani dari berpuluh juta orang, filosof dan merupakan seorang pemikir pembaharuan Islam. Ia lahir di Sialkot, Punjab pada tanggal 22 Februari 1873. Iqbal adalah keturunan Kasta Brahmana dari Kasymir. Kakeknya bernama Syeikh Muhammad Rofiq. Ayahnya, bernama Nur Muhammad adalah seorang tokoh sufi, dan ibunya bernama Imam Bibi, dikenal juga dikenal sebagai muslimah yang sholeh. Keshalihah bapak iqbal mempunyai pengaruh yang mendalam pada Muhammad Iqbal dan mendorong Iqbal untuk menghafalkan Al-Qur’an.[1]
Pendidikan Iqbal dimulai dilingkungan keluarganya. Ia didik agama secara ketat oleh ayahnya. Selanjutnya, ia dimasukkan kesekolah Maktab (surau) untuk belajar al-Qur’an. Pendidikan formal Iqbal dimulai di Scottish Mission School di Sialkot. Kemudian melanjutkan sekolah ke Lahore. Disini Iqbal belajar Governement College yang diasuh oleh Thomas Arnold yaitu seorang orientalis yang ternama dan mahir dibidang filsafat. Pada tahun 1897, ia memperoleh gelar B.A (Bachelor of Arts). Ia mendapat medali emas sebagai penghargaan karena prestasinya dalam ujian bahasa arab. Kemudian pada tahun 1899 Iqbal memperoleh gelar M.A (Master of Arts) ia mendapat medali emas pula dalam ujian magister ini. Kedekatan antara gutu dan murid antara Iqbal dan Thomas Arnold sangat erat. Ketika Thomas Arnold kembali ke Inggris, Iqbal merasa sedih dan kehilangan, sehingga muncullah bait-baitnya yang bertemakan “Rintihan Perpisahan.” Ketika Iqbal memeperoleh gelar Doctor karya disertasinya dipersembahkan kepada gurunya “Thomas Arnold”.
Pada tahun 1905, Iqbal melanjutkan studi di London di Universitas Cambrigde dan bidang yang ditekuninya adalah filsafat moral. Ia mendapat bimbingan dari James Wird dan seorang oe-Hegelian, James Tagart.[2] Juga sering diskusi dengan pemikir lain serta mengunjungi perpustakaan Cambridge London dan Berlin. Untuk keperluan penelitiannya, ia pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua semester di Universitas Munich yang kemudian mengantarkannya meraih gelar Doctoris Philishophy grandum, gelar doctor dalam bidang filsafat pada November 1907, dengan desertasi The Development of Metaphisics in Persia, dibawah bimbingan Hommel. Selanjutnya, balik kelondon untuk meneruskan studi hukum dan sempat masuk school of political science.
Yang penting dicatat dalam kaitannya dengan gagasan estetika Iqbal adalah tren pemikiran yang berkembang di Eropa saat itu. Menurut MM Syarif, masyarakat jerman, saat Iqbal tinggal disana, sedang berada dalam cengkraman filsafat Nietzsche (1844-1990), yakni filsafat kehendak pada kekuasaan. Gagasannya tentang manusia super (super-man) mendapat perhatian besar dari pemikir Jerman, seperti Stefen George, Richard Wagner dan Oswald Spengler. Hal yang sama terjadi juga di Perancis, berada di bawah pengaruh filsafat Henri Bergson (1859-1941), elan vital, gerak dan perubahan. Sementara itu di Inggris Lloyd Morgan dan McDougall, menganggap tenaga kepahlawanan sebagai esensi kehidupan dan dorongan perasaan keakuan sebagai inti kepribadian manusia. Filsafat vitalis yang muncul secara simultan di Eropa tersebut memberikan pengaruh yang besar pada Iqbal.
Selanjutnya, saat di London yang kedua Kalinya, Iqbal sempat ditunjuk sebagai guru besar bahasa dan sastra Arab di Universitas london, menggantikan Thomas Arnold. Juga diserahi jabatan ketua jurusan filsafat dan kesusastraan Inggris di samping mengisi ceramah-ceramah kislaman. Namun itu tidak lama, karena Iqbal lebih memilih pulang ke Lahore, dan membuka praktek pengacara di samping sebagai guru besar di Goverment Colleg Lahore. Akan tetapi, panggilan jiwa seninya yang kuat membuat ia keluar dari profesi tersebut. Ia juga menolak ketika ditawari sebagai guru besar sejarah di universitas Aligarh 1909. Iqbal memilih sebagai penyair yang kemudian mengantarkannya ke puncak popularitas sebagai seorang pemikir yang mendambakan kebangkitan dunia Islam, yang kemudian juga menyampaikannya untuk mendapat gelar sir dari pemerintah, sekitar tahun, 1922.[3]

Pemikiran Mohammad Iqbal
Mohammad Iqbal sangat berpengaruh besar dalam gerakan pembaharuan Islam. Karena pemikiranya dianggap cukup lengkap dalam lingkup kemajuan dan kemundura Islam. Dia dikeal sebagai seorang penyair, ahli tasawuf, dan teolog modern. Ia juga dianggap sebagai bapak Pakistan[4].
Sama denga pembaharu-pembaharu lain, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama lima ratus tahun terkahir disebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai kepada keadaan statis. Sebab lain terletak pada pengaruh zuhd yang terdapat dalam ajaran tasawuf. Menurut tasawuf yang mementingkan zuhd, perhatian harus dipusatkan kepada Tuhan dan apa yang berada di sebalik alam materi. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat kurang mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam[5].
“The Reconstruction of Religius Thought in Islam” adalah judul karya Iqbal yang pemikirannya tertuang dalam buku tersebut tentang pembaharuan Islam. Iqbal berpendapat bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh tiga hal[6]. Pertama , hukum Islam dalam keadaan statis. Kedua, tumbuhnya ordo-ordo tasawuf atau tarikat. Ketiga, hancurnya Baghdad sebagai pusat kehidupan intelektual Islam.
a.       Tentang Hukum Islam
Islam pada hakikatnya mengajarkan dinamisme, demikian pendapat Iqbal. Al Quran senantiasa menganjurkan pemakaian akal terhadap ayat atau tanda yang terdapat dalam alam seperti matahari, bulan, pertukaran siang menjadi malam dan sebagainya. Orang yang tidak peduli dan tidak memperhatikan tanda-tanda itu akan tinggal buta terhadap masa yang akan datang. Konsep Islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang. Kamajuan serta kemunduran dibuat Tuhan silih berganti di antara bangsa-bangsa yang mendiami bumi ini. Ini mengandung arti dinamisme.
Islam menolak konsep lama yang mengatakan bahwa alam ini bersifat statis. Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusia. Dan prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan itu ialah ijtihad. Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan dalam Islam.
Faham dinamisme Islam yang ditonjolkan inilah yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di India. Dalam syiar-syiarnya ia mendorong ummat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru kepada ummat Islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru. Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa kafir yang aktif lebih baik dari muslim yang suka tidur[7].
Iqbal sebagai pembaharu Islam berpendapat bahwa barat tidak bisa dijadikan model. Kapitalisme dan impearalisme Barat tak dapat diterimanya. Menurut penilaiannya, Barat amat banyak dipengaruhi oleh materialisme yang telah mulai meninggalkan agama. Sehingga Iqbal menyatakan bahwa yang harus diambil dari Barat adalah ilmu pengetahuannya saja.
Dalam masalah ijtihad, Iqbal berpendapat bahwa pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Ijtihad sendiri menurut Iqbal adalah mencurahkan segenap kemampuan Intelektual, menempatkan akal kepada kedudukan yang tinggi. Karena Islam itu dinamis bukan statis. Untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Selanjutnya Iqbal memandang perlu pembentukan lembaga ijtihad yang permanen dan diharpkan dapat mengantisipasi setiap permasalahan yang muncul dalam kehidupan umat Islam. Walaupun ia menyadari sepenuhnya akan berbagai kesulitan dalam penerapannya, khususnya untuk masyarkat India yang mayoritas pemeluknya beragama Hindu.
Gagasan Iqbal dalam pembentukan lembaga ijma’ ditujukan untuk mampu menjawab tantangan zaman, juga merupakan bantahan terhadap pemikiran pada fuqaha sebelumnya perhatian terhadap golongan yang ada dalam Islam[8].
b.      Konsepsi Ketuhanan
Konsepsi Tuhan menurut Iqbal dibagi dalam tiga fase. adapun setiap fase berbeda konsepsinya. Pertama, dimulai dari tahun 1901 M hingga kira-kira 1908 M, Tuhan adalah keindahan abadi. Eksistensinya tanpa ketergantungan dan didahului oleh siapapun. Sehingga Tuhan menampakkan diri kepada semuanya yang ada didunia ini. Tidak hanya apa yang terlihat oleh manusia, bahkan melebihinya yaitu apa yang tidak terjangkau oleh makhluknya. Maka dari itu Tuhan dianggap sebagai keindahan abadi adalah penggerak pertama segala sesuatu. Konsepsi Tuhan pada fase pertama ini bersifat platonis. Plato berpendapat Tuhan adalah sebagai keindahan abadi, sebagai alam universal yang mendahului segala sesuatu serta terwujud pada kesemuanya itu sebagai bentuk. Dengan demikian apa yang didunia ini bersifat fana, kecuali Tuhan[9]. Konsepsi tentang Tuhan dalam fase pertama ini tidak begitu asli, karena konsep platonis pada awal-awal masa skolastik rupanya telah dicangkokkan kedalam pantheisme oleh para mistikus pantheistik. Selanjutnya menurun pada Iqbal sebagai tradisi lama dalam puisi parsi dan urdu[10]. Konsep ketuhanan yang pertama ini bersifat imanen yaitu Tuhan dalam pemikiran Iqbal adalah keindahan abadi dan eksistensinya tiada yang mendahului dan tak tergantung pada siapa pun.
Pada fasa yang kedua yang berlangsung kira-kira dari tahun 1908 sampai 1920 konsepsnya mengenai Tuhan dibimbing oleh falsafahnya tentang peribadi (philosophy of the self). Tuhan adalah “Peribadi Mutlak, Ego Tertinggi,” suatu Kemauan Abadi yang Esa. Keindahan pada fasa ini direduksi menjadi suatu sifat Tuhan.
Kemudian ia menyatakan bahawa Tuhan tidak menyatakan dirinya di dalam dunia yang terinderai, melainkan di dalam peribadi terbatas? hal ini mungkin merupakan implikasi daripada konsepsnya tentang dunia yang terinderai, yang dikatakannya sebagai ciptaan dari peribadi terbatas, bentukan dari hasrat-hasrat manusia. Oleh kerana itu, maka usaha untuk mencari dan mendekatkan diri kepada-Nya hanya dimungkinkan lewat peribadi.
Dengan menemukan Tuhan, seseorang tidak boleh terserap ke dalam Tuhan dan membiarkan dirinya menjadi tiada, tetapi sebaliknya ia harus menyerap Tuhan ke dalam dirinya. Tuhan bersifat transenden karena Tuhan dalam pandangan Iqbal tidak menyatakan diri di dunia terbatas ini. Fase yang ketiga yang berlangsung kira-kira dari tahun 1920 sampai dengan meninggalnya Iqbal pada tahun 1938 merupakan masa kematangan dari pemikiran Iqbal.
Menurutnya Tuhan adalah hakikat sebagai sesuatu keseluruhan dan hakikat sebagai keseluruhan pada dasarnya bersifat spiritual dalam artian suatu individu dan suatu ego. Ia dianggap sebagai ego karena seperti manusia, Dia adalah suatu prinsip kesatuan yang mengorganisasi, suatu paduan yang terikat satu sama lain yang berpangkal pada fitrah kehidupan organisme-Nya untuk suatu tujuan konstruktif. Ia adalah ego karena menanggapi refleksi kita. Karena ujian yang paling nyata pada suatu pribadi adalah apakah ia memberi tanggapan kepada panggilan pribadi yang lain[11]. Tepatnya, Dia bersifat mutlak karena Dia meliputi segalanya, dan tidak ada sesuatu pun diluar Dia. Pemikiran Iqbal pada fase ke tiga bahwa Tuhan bersifat imanen karena Tuhan bersifat metlak meliputi segalanya.
Kesimpun
Muhammad Iqbal dikenal sebagai seorang penyair, filsuf, dan teolog modern yang berasal dari India. Konsep Dinamisme yang dimaksud Iqbal dapat disimpulkan sebagai aktivitas yang didasarkan pada kesadaran untuk selalu berubah secara positif dengan mengikuti perkembangan zaman. Sehingga ia mempunyai Ide-Ide Pembaharuan dalam hukum Islam, yaitu:
1.      Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam dan pintu ijtihad tidak tertutup.
2.      Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan dalm berfikir.
3.      Perhatian yang berlebihan terhadap zuhud membuat masyarakat kurang memperhatikan masalah-masalah dunia dan kemasyarakatan.
Sebab-sebab kemunduran umat Islam Menurut Muhammad Iqbal diantaranya:
1.      Kehancuran kota Baghdad banyak mempengaruhi peradaban Islam;
2.      Ada kecenderungan uma Islam terjerumus pada paham fatalisme yang menyebabkan mereka pasrah pada nasib dan enggan bekerja keras;
3.      Munculnya kelompok muslim yang menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup
Konsepsi Ketuhanan Muhammad Iqbal dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama Tuhan adalah keindahan abadi. Yang pada akhirnya pendapat ini tidak asli. Fase kedua Tuhan adalah pribadi mutlak, ego tertinggi. Dan fase ketiga Tuhan adalah hakikat sebagai sesuat keseluruhnya dan dianggap sebagai ego oleh iqbal karena sama seperti manusia, suatu prinsip yang mengorganisasi.
Daftar Pustaka
Ma’sum. 2011. Pemikiran Teologi Islam Modern. Yogyakarta. Interpena.
W.C. Smith. 1963. Modern Islam in India. Lahore. Ashraf.
M.M. Syarif. 1984.Tentang Tuhan dan Keindahan. Terj. Yusuf Jamil. Jakarta: Mizan.
Danusiri. 1996. Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal. Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Soleh, A. Khudari. 2012. Wacana Baru Filsafat Islam.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan  Gerakan. Jakarta, Bulan Bintang.



[1] Ibid.., hlm.70
[2] Danusiri, Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal.5
[3] A. Khudari Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 300-302
                                                                                                                                                                          
[4] Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan  Gerakan. Jakarta, Bulan Bintang. 1975. hlm. 191
[5] Ibid.
[6] Dr. Ma’sum. Pemikiran Teologi Islam Modern. Yogyakarta. Interpena. 2011. Hlm. 71
[7] Lihat W.C. Smith, Modern Islam in India, Lahore, Ashraf, 1963, hlm. 111
[9] Bang-I Dara, h. 73
[10] Bahasa yang menjadi bahasa nasional pakistan yang sama sistemnya dengan bahasa Hindi yang menjadi bahasa nasional India, tetapi menggunakan aksara Arab (bahasa Hindi menggunakan aksara Dewanagari).
[11] M.M. Syarif. Tentang Tuhan dan Keindahan. Terj. Yusuf Jamil. Jakarta: Mizan. 1984). hlm. 37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar