Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal adalah seorang
penyair, ahli hukum, bapak rohani dari berpuluh juta orang, filosof dan
merupakan seorang pemikir pembaharuan Islam. Ia lahir di Sialkot, Punjab pada
tanggal 22 Februari 1873. Iqbal adalah keturunan Kasta Brahmana dari Kasymir.
Kakeknya bernama Syeikh Muhammad Rofiq. Ayahnya, bernama Nur Muhammad adalah
seorang tokoh sufi, dan ibunya bernama Imam Bibi, dikenal juga dikenal sebagai
muslimah yang sholeh. Keshalihah bapak iqbal mempunyai pengaruh yang mendalam
pada Muhammad Iqbal dan mendorong Iqbal untuk menghafalkan Al-Qur’an.[1]
Pendidikan Iqbal dimulai
dilingkungan keluarganya. Ia didik agama secara ketat oleh ayahnya.
Selanjutnya, ia dimasukkan kesekolah Maktab (surau) untuk belajar al-Qur’an.
Pendidikan formal Iqbal dimulai di Scottish Mission School di Sialkot. Kemudian
melanjutkan sekolah ke Lahore. Disini Iqbal belajar Governement College yang
diasuh oleh Thomas Arnold yaitu seorang orientalis yang ternama dan mahir
dibidang filsafat. Pada tahun 1897, ia memperoleh gelar B.A (Bachelor of
Arts). Ia mendapat medali emas sebagai penghargaan karena prestasinya dalam
ujian bahasa arab. Kemudian pada tahun 1899 Iqbal memperoleh gelar M.A (Master
of Arts) ia mendapat medali emas pula dalam ujian magister ini. Kedekatan
antara gutu dan murid antara Iqbal dan Thomas Arnold sangat erat. Ketika Thomas
Arnold kembali ke Inggris, Iqbal merasa sedih dan kehilangan, sehingga
muncullah bait-baitnya yang bertemakan “Rintihan Perpisahan.” Ketika Iqbal
memeperoleh gelar Doctor karya disertasinya dipersembahkan kepada gurunya
“Thomas Arnold”.
Pada tahun 1905, Iqbal melanjutkan
studi di London di Universitas Cambrigde dan bidang yang ditekuninya adalah
filsafat moral. Ia mendapat bimbingan dari James Wird dan seorang oe-Hegelian,
James Tagart.[2] Juga
sering diskusi dengan pemikir lain serta mengunjungi perpustakaan Cambridge
London dan Berlin. Untuk keperluan penelitiannya, ia pergi ke Jerman mengikuti
kuliah selama dua semester di Universitas Munich yang kemudian mengantarkannya
meraih gelar Doctoris Philishophy grandum, gelar doctor dalam bidang filsafat
pada November 1907, dengan desertasi The Development of Metaphisics in
Persia, dibawah bimbingan Hommel. Selanjutnya, balik kelondon untuk
meneruskan studi hukum dan sempat masuk school of political science.
Yang penting dicatat dalam kaitannya
dengan gagasan estetika Iqbal adalah tren pemikiran yang berkembang di Eropa
saat itu. Menurut MM Syarif, masyarakat jerman, saat Iqbal tinggal disana,
sedang berada dalam cengkraman filsafat Nietzsche (1844-1990), yakni filsafat
kehendak pada kekuasaan. Gagasannya tentang manusia super (super-man) mendapat
perhatian besar dari pemikir Jerman, seperti Stefen George, Richard Wagner dan
Oswald Spengler. Hal yang sama terjadi juga di Perancis, berada di bawah
pengaruh filsafat Henri Bergson (1859-1941), elan vital, gerak dan perubahan.
Sementara itu di Inggris Lloyd Morgan dan McDougall, menganggap tenaga
kepahlawanan sebagai esensi kehidupan dan dorongan perasaan keakuan sebagai
inti kepribadian manusia. Filsafat vitalis yang muncul secara simultan di Eropa
tersebut memberikan pengaruh yang besar pada Iqbal.
Selanjutnya, saat di London yang
kedua Kalinya, Iqbal sempat ditunjuk sebagai guru besar bahasa dan sastra Arab
di Universitas london, menggantikan Thomas Arnold. Juga diserahi jabatan ketua
jurusan filsafat dan kesusastraan Inggris di samping mengisi ceramah-ceramah
kislaman. Namun itu tidak lama, karena Iqbal lebih memilih pulang ke Lahore,
dan membuka praktek pengacara di samping sebagai guru besar di Goverment Colleg
Lahore. Akan tetapi, panggilan jiwa seninya yang kuat membuat ia keluar dari
profesi tersebut. Ia juga menolak ketika ditawari sebagai guru besar sejarah di
universitas Aligarh 1909. Iqbal memilih sebagai penyair yang kemudian
mengantarkannya ke puncak popularitas sebagai seorang pemikir yang mendambakan
kebangkitan dunia Islam, yang kemudian juga menyampaikannya untuk mendapat
gelar sir dari pemerintah, sekitar tahun, 1922.[3]
Pemikiran
Mohammad Iqbal
Mohammad
Iqbal sangat berpengaruh besar dalam gerakan pembaharuan Islam. Karena
pemikiranya dianggap cukup lengkap dalam lingkup kemajuan dan kemundura Islam.
Dia dikeal sebagai seorang penyair, ahli tasawuf, dan teolog modern. Ia juga
dianggap sebagai bapak Pakistan[4].
Sama
denga pembaharu-pembaharu lain, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam
selama lima ratus tahun terkahir disebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran.
Hukum dalam Islam telah sampai kepada keadaan statis. Sebab lain terletak pada
pengaruh zuhd yang terdapat dalam ajaran tasawuf. Menurut tasawuf yang
mementingkan zuhd, perhatian harus dipusatkan kepada Tuhan dan apa yang berada
di sebalik alam materi. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat kurang
mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam[5].
“The Reconstruction of
Religius Thought in Islam” adalah judul karya
Iqbal yang pemikirannya tertuang dalam buku tersebut tentang pembaharuan Islam.
Iqbal berpendapat bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh tiga hal[6]. Pertama , hukum Islam dalam keadaan statis. Kedua, tumbuhnya ordo-ordo tasawuf atau tarikat. Ketiga, hancurnya Baghdad sebagai pusat
kehidupan intelektual Islam.
a. Tentang Hukum Islam
Islam pada hakikatnya mengajarkan
dinamisme, demikian pendapat Iqbal. Al Quran senantiasa menganjurkan pemakaian
akal terhadap ayat atau tanda yang terdapat dalam alam seperti matahari, bulan,
pertukaran siang menjadi malam dan sebagainya. Orang yang tidak peduli dan
tidak memperhatikan tanda-tanda itu akan tinggal buta terhadap masa yang akan
datang. Konsep Islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang.
Kamajuan serta kemunduran dibuat Tuhan silih berganti di antara bangsa-bangsa
yang mendiami bumi ini. Ini mengandung arti dinamisme.
Islam menolak konsep lama yang
mengatakan bahwa alam ini bersifat statis. Islam mempertahankan konsep
dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusia.
Dan prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan itu ialah ijtihad.
Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan dalam Islam.
Faham dinamisme Islam yang ditonjolkan
inilah yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di
India. Dalam syiar-syiarnya ia mendorong ummat Islam supaya bergerak dan jangan
tinggal diam. Intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah
menciptakan, maka Iqbal berseru kepada ummat Islam supaya bangun dan
menciptakan dunia baru. Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut
bahwa kafir yang aktif lebih baik dari muslim yang suka tidur[7].
Iqbal sebagai pembaharu Islam
berpendapat bahwa barat tidak bisa dijadikan model. Kapitalisme dan
impearalisme Barat tak dapat diterimanya. Menurut penilaiannya, Barat amat
banyak dipengaruhi oleh materialisme yang telah mulai meninggalkan agama.
Sehingga Iqbal menyatakan bahwa yang harus diambil dari Barat adalah ilmu
pengetahuannya saja.
Dalam masalah ijtihad, Iqbal berpendapat
bahwa pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Ijtihad sendiri menurut Iqbal adalah
mencurahkan segenap kemampuan Intelektual, menempatkan akal kepada kedudukan
yang tinggi. Karena Islam itu dinamis bukan statis. Untuk menyesuaikan diri
dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Selanjutnya Iqbal memandang perlu
pembentukan lembaga ijtihad yang permanen dan diharpkan dapat mengantisipasi
setiap permasalahan yang muncul dalam kehidupan umat Islam. Walaupun ia
menyadari sepenuhnya akan berbagai kesulitan dalam penerapannya, khususnya
untuk masyarkat India yang mayoritas pemeluknya beragama Hindu.
Gagasan Iqbal dalam pembentukan lembaga
ijma’ ditujukan untuk mampu menjawab tantangan zaman, juga merupakan bantahan
terhadap pemikiran pada fuqaha sebelumnya perhatian terhadap golongan yang ada
dalam Islam[8].
b. Konsepsi Ketuhanan
Konsepsi Tuhan menurut Iqbal dibagi
dalam tiga fase. adapun setiap fase berbeda konsepsinya. Pertama, dimulai dari tahun 1901 M hingga kira-kira 1908 M, Tuhan
adalah keindahan abadi. Eksistensinya tanpa ketergantungan dan didahului oleh
siapapun. Sehingga Tuhan menampakkan diri kepada semuanya yang ada didunia ini.
Tidak hanya apa yang terlihat oleh manusia, bahkan melebihinya yaitu apa yang
tidak terjangkau oleh makhluknya. Maka dari itu Tuhan dianggap sebagai
keindahan abadi adalah penggerak pertama segala sesuatu. Konsepsi Tuhan pada
fase pertama ini bersifat platonis. Plato berpendapat Tuhan adalah sebagai
keindahan abadi, sebagai alam universal yang mendahului segala sesuatu serta
terwujud pada kesemuanya itu sebagai bentuk. Dengan demikian apa yang didunia
ini bersifat fana, kecuali Tuhan[9].
Konsepsi tentang Tuhan dalam fase pertama ini tidak begitu asli, karena konsep
platonis pada awal-awal masa skolastik rupanya telah dicangkokkan kedalam
pantheisme oleh para mistikus pantheistik. Selanjutnya menurun pada Iqbal
sebagai tradisi lama dalam puisi parsi dan urdu[10].
Konsep ketuhanan yang pertama ini bersifat imanen yaitu Tuhan dalam pemikiran
Iqbal adalah keindahan abadi dan eksistensinya tiada yang mendahului dan tak
tergantung pada siapa pun.
Pada fasa yang kedua yang
berlangsung kira-kira dari tahun 1908 sampai 1920 konsepsnya mengenai Tuhan dibimbing oleh falsafahnya tentang
peribadi (philosophy of the self). Tuhan adalah “Peribadi Mutlak, Ego
Tertinggi,” suatu Kemauan Abadi yang Esa. Keindahan pada fasa ini direduksi
menjadi suatu sifat Tuhan.
Kemudian ia menyatakan bahawa Tuhan tidak menyatakan dirinya di dalam
dunia yang terinderai, melainkan di dalam peribadi terbatas? hal ini mungkin merupakan implikasi
daripada konsepsnya tentang dunia yang terinderai, yang dikatakannya sebagai
ciptaan dari peribadi terbatas, bentukan dari hasrat-hasrat manusia. Oleh
kerana itu, maka usaha untuk mencari dan mendekatkan diri kepada-Nya hanya
dimungkinkan lewat peribadi.
Dengan menemukan Tuhan, seseorang tidak boleh terserap ke dalam Tuhan dan
membiarkan dirinya menjadi tiada, tetapi sebaliknya ia harus menyerap Tuhan ke
dalam dirinya. Tuhan bersifat
transenden karena Tuhan dalam pandangan Iqbal tidak menyatakan diri di dunia
terbatas ini. Fase
yang ketiga yang berlangsung
kira-kira dari tahun 1920 sampai dengan meninggalnya Iqbal pada tahun 1938 merupakan masa kematangan dari pemikiran
Iqbal.
Menurutnya Tuhan adalah hakikat sebagai
sesuatu keseluruhan dan hakikat sebagai keseluruhan pada dasarnya bersifat
spiritual dalam artian suatu individu dan suatu ego. Ia dianggap sebagai ego
karena seperti manusia, Dia adalah suatu prinsip kesatuan yang mengorganisasi,
suatu paduan yang terikat satu sama lain yang berpangkal pada fitrah kehidupan
organisme-Nya untuk suatu tujuan konstruktif. Ia adalah ego karena menanggapi
refleksi kita. Karena ujian yang paling nyata pada suatu pribadi adalah apakah
ia memberi tanggapan kepada panggilan pribadi yang lain[11].
Tepatnya, Dia bersifat mutlak karena Dia meliputi segalanya, dan tidak ada
sesuatu pun diluar Dia. Pemikiran Iqbal pada fase ke tiga bahwa Tuhan bersifat
imanen karena Tuhan bersifat metlak meliputi segalanya.
Kesimpun
Muhammad
Iqbal dikenal sebagai seorang penyair, filsuf, dan teolog modern yang berasal
dari India. Konsep Dinamisme yang dimaksud Iqbal dapat disimpulkan sebagai aktivitas
yang didasarkan pada kesadaran untuk selalu berubah secara positif dengan
mengikuti perkembangan zaman. Sehingga ia mempunyai Ide-Ide Pembaharuan dalam
hukum Islam, yaitu:
1. Ijtihad mempunyai kedudukan penting
dalam pembaruan Islam dan pintu ijtihad tidak tertutup.
2. Kemunduran umat Islam disebabkan oleh
kebekuan dalm berfikir.
3. Perhatian yang berlebihan terhadap zuhud
membuat masyarakat kurang memperhatikan masalah-masalah dunia dan
kemasyarakatan.
Sebab-sebab kemunduran umat Islam Menurut Muhammad Iqbal diantaranya:
1. Kehancuran kota Baghdad banyak
mempengaruhi peradaban Islam;
2. Ada kecenderungan uma Islam terjerumus
pada paham fatalisme yang menyebabkan mereka pasrah pada nasib dan enggan
bekerja keras;
3. Munculnya kelompok muslim yang
menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup
Konsepsi
Ketuhanan Muhammad Iqbal dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama Tuhan adalah
keindahan abadi. Yang pada akhirnya pendapat ini tidak asli. Fase kedua Tuhan
adalah pribadi mutlak, ego tertinggi. Dan fase ketiga Tuhan adalah hakikat
sebagai sesuat keseluruhnya dan dianggap sebagai ego oleh iqbal karena sama
seperti manusia, suatu prinsip yang mengorganisasi.
Daftar Pustaka
Ma’sum.
2011. Pemikiran Teologi Islam Modern.
Yogyakarta. Interpena.
W.C. Smith. 1963. Modern Islam in
India. Lahore. Ashraf.
M.M.
Syarif. 1984.Tentang Tuhan dan Keindahan.
Terj. Yusuf Jamil. Jakarta: Mizan.
Danusiri.
1996. Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal.
Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Soleh, A.
Khudari. 2012. Wacana Baru Filsafat Islam.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam Sejarah
Pemikiran dan Gerakan. Jakarta, Bulan Bintang.
[1] Ibid.., hlm.70
[3] A. Khudari
Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012),
hlm. 300-302
[4] Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta, Bulan Bintang. 1975.
hlm. 191
[5] Ibid.
[6] Dr. Ma’sum. Pemikiran Teologi Islam Modern.
Yogyakarta. Interpena. 2011. Hlm. 71
[9] Bang-I Dara, h. 73
[10] Bahasa
yang menjadi bahasa nasional pakistan yang sama sistemnya dengan bahasa Hindi
yang menjadi bahasa nasional India, tetapi menggunakan aksara Arab (bahasa
Hindi menggunakan aksara Dewanagari).
[11] M.M. Syarif. Tentang Tuhan dan Keindahan. Terj. Yusuf
Jamil. Jakarta: Mizan. 1984). hlm. 37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar