Biaografi
Thomas Aquinas
Thomas Aquinas lahir pada tahun 1225 di
Italia. Ia adalah seorang filsuf dan ahli teologi ternama dari Italia. Ia
menjadi terkenal terutama karena dapat membuat sintesis dari filsafat
Aristoteles dan ajaran Gereja Kristen. Sintesisnya tersebut termuat dalam karya
utamanya, summa Theologiae (1273). Ia
dikenal sebagai ahli teologi utama orang Kristen, bahkan dianggap sebagai orang
suci oleh Gereja Katolik dan memiliki gelar Santo[1].
Ayah Aquinas
ialah Pangeran Landulf dari Aquino, seorang penganut Kristen katolik yang
saleh. Itulah sebabnya pada umur lima tahun, Aquinas diserahkan ke Biara
Benedictus di Monte Cassino untuk dibina agar kelak menjadi seorang biarawan.
Setelah sepuluh tahun berada di Monte Cassino, Aquinas dipindahkan ke Naples
untuk menyelesaikan pendidikan bahasanya. Selama disana, ia tertarik pada
pekerjaan kerasulan gereja dan berusaha pindah ke Ordo Dominikan, suatu ordo
yang sangat berperan pada abad itu. Sayang, keinginannya tidak direstui oleh
orang tuanya, sehingga ia harus tinggal di Roccasecca selama lebih dari
setahun. Akan tetapi tekat Aquinas begitu bulat. Akhirnya, orang tuanya
menyerah kepada keinginannya dan pada tahun 1245, Aquinas resmi menjadi anggota
Ordo Dominikan[2].
Sebagai
anggota Ordo Dominikan, Thomas dikirim belajar ke Universitas Paris, sebuah
Universitas terkemuka pada masa itu. Ia belajar disana selama tiga tahun dan
disnalah ia berkenalan dengan Albertus Magnus, orang yang memperkenalkan
filsafat Aristoteles kepadanya. Ia menemani Albertus Magnus memberikan kuliyah
di Stadium Generale di Cologne, Prancis, pada tahun 1248-1252[3].
Selanjutnya dia aktif menjadi biarawan di beberapa biara Dominican, Roma,
Italia selama kurang lebih sepuluh tahun atau hingga sekitar tahun 1269 M.
St.
Thomas Aquinas, seorang filsuf dan teolog yang terkenal pada era abad
pertengahan, meninggal dunia ketika berusia sekitar lima puluh tahun, tepatnya
pada tanggal 7 Maret 1274 M. Pemikirannya tidak lenyap seiring dengan
kepergiannya dari dunia fana, tetapi tetap melegenda dan senantiasa massih
digunakan sebagai rujukan bahkan pada masa kini[4].
Pemikiran St. Thomas Aquinas
Dibawah
ini kita akan memandang beberapa pokok filosofis yang boleh dianggap penting
dalam pemikirannya. Diantaranya adalah :
a. Penciptaan
Pada Thomas terdapat
suatu ajaran yang seimbang tentang penciptaan. Ajarannya berkisar pada konsep
“partisipasi” atau hal mengambil bagian. Gagasan itu berasal dari Plato serta
Agustinus dan memainkan peranan sentral dalam seluruh metafisika Thomas.
Pendiriannya adalah bahwa sesuatu yang diciptakan mengambil bagian dalam adanya
Allah. Itu berarti bahwa segala sesuatu yang diciptakan menurut adanya
tergantung pada Allah. Ia mempertahankan pula bahwa Allah sama sekali bebas
dalam penciptaan dunia. Dunia
tidak mengalir dari Allah bagaikan air yang mengalir dari sumbernya, seperti
difikirkan filsuf-filsuf neoplatonis dan Al-Farabi dalam ajaran mereka tentang
filsafat emanasinya[5].
Allah menjadikan ciptaan-ciptaan dari ketiadaan (ex nihilo).
Dikarenakan jagad raya
diciptakan Allah, maka jagad raya bukan Allah, meskipun memang mendapat bagian
dari “ada” Allah. Partisipasi ini bukan secara kuantitatif, artinya: bukan
seolah-olah tiap makhluk mewakili sebagian kecil tabiat ilahi. Bahwa makhluk
berpartisipasi dengan Allah berarti ada sekedar analogia, sekedar kesamaan atau
kiasan antara Allah dan makhluk-Nya.
b. Hilemorfisme
Thomas mengambil alih
dan menyempurnakan ajaran Aristoteles mengenai materi dan bentuk. Segala
sesuatu yang bersifat jasmani terdiri dari materi pertama dan bentuk. Materi
dan bentuk tidak merupakan dua ”benda”,
melainkan dua prinsip matafisis yang sama sekali terarah yang satu kepada yang
lain. Dua prinsip ini mengkonstituir atau mengadakan semua benda jasmani. Karena adanya kedua prinsip ini, perubahan
jasmani dapat diartikani juga. Perubahan terjadi jika satu bentuk diganti
dengan bentuk lain, tetapi materi tetap saja. Aliran hilemorfisme dapat juga
mengartikan individuasi. Dengan individuasi dimaksudkan kenyataan bahwa sesuatu
benda merupakan sesuatu yang individual: bunga mawar ini dan bunga mawar itu.
Individuasi itu dimungkinkan oleh materi[6].
Disamping struktur
materi-bentuk yang terdapat pada semua makhluk jasmani, masih ada struktur
lain, yaitu “essential-“existentia”: esensi (hakekat) dan eksistensi (adanya).
Struktur esensi-eksistensi itu terdapat pada segala sesuatu yang diciptakan.
Dengan esesnsi ditunjukan apanya sesuatu (what
is). Dan dengan eksistensi dimaksudkan sesuatu ada (that it is). Maka dari itu menurut Thomas malaikat-malaikat tidak
mempunyai struktur bentuk-materi (karena bukan makhluk jasmani). Tetapi
struktur esensi-eksistensi juga terdapat pada mereka (karena diciptakan). Hanya
Allah tidak mempunya esensi-eksistensi. Allah adalah sama sekali tunggal, bukan
majmuk. Ciptaan- ciptaan mempunyai adanya. Tetapi Allah adalah adanya
(essesubsistens)[7].
c. Pengenalan
mengenai Allah
Thomas mengakui rasio
insani untuk mengenal adanya Allah. Namun adanya Allah tidak dapat dikenal
secara langsung, tetapi hanya melalui ciptaan-ciptaan. Oleh karena itu Thomas
menolak bukti ontolohis yang dahulu diusulkan oleh Anselmus. Dalam Summa Theologiae
Thomas member lima bukti untuk adanya Allah yang disebutnya “lima jalan”
(quinque viae). Bukti yang pertama berusaha memperbaiki suatu bukti yang sudah
terdapat pada Aristoteles. Bukti ini bertitik tolak dari adanya gerak atau
perubahan dalam dunia jasmani. Setiap gerak atau perubahan mesti mempunyai
sebabnya. Tetapi dengan mencari sebabnya kita tak dapat terus sampai tak
terhingga. Dari sebab itu kita mesti menerima suatu penyebab pertama yang tidak
disebabkan atau suatu penggerak yang tidak digerakkan (unmoved mover). Penyebab
pertama atau penggerak itu adalah Allah[8].
Untuk lebih jelasnya
lima jalan itu adalah sebagai berikut:
1. Adanya
gerak di dunia mengharuskan kita menerima bahwa ada Penggerak Pertama, yaitu
Allah. Menurut Thomas, apa yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang
lain. Seandainya sesuatu yang digerakkan itu menggerakkan dirinya sendiri, maka
yang menggerakkan diri sendiri itu harus juga digerakkan oleh sesuatu yang
lain, sedang yang menggerakkan ini juga harus digerakkan oleh sesuatu yang lain
lagi. Gerak menggerakkan ini tidak dapat berjalan tanpa batas. Maka harus ada
penggerak pertama. Penggerak Pertama ini adalah Allah.
2. Di
dalam dunia yang diamati ini terdapat suatu tertib sebab-sebab yang membawa
hasil atau yang berdayaguna. Tidak pernah ada sesuatu yang diamati yang menjadi
sebab yang menghasilkan dirinya sendiri. Karena sekiranya ada, hal yang
menghasilkan dirinya itu tentu harus mendahului dirinya sendiri. Hal ini tidak
mungkin, sebab yang berdaya guna, yang menghasilkan sesuatu yang lain itu, juga
tidak dapat ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu, harus ada sebab
berdayaguna yang pertama. Inilah Allah.
3. Di
dalam alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin “ada” dan “tidak ada”. Oleh
karena itu semuanya itu tidak berada sendiri, tetapi diadakan, dan oleh karena
itu semuanya itu juga dapat rusak, maka ada kemungkinan semuanya itu “ada”,
atau semuanya itu “tidak ada”. Tentu tidak mungkin semuanya itu senantiasa
“ada”. Sebab apa yang mungkin “tidak ada” pada suatu waktu memang tidak ada.
Karena segala sesuatu memang mungkin “tidak ada”, maka pada suatu waktu mungkin
saja tidak ada sesuatu. Jikalau pengandaian ini benar, maka sekarang juga
mungkin tidak ada sesuatu. Padahal apa yang tidak ada hanya dapat dimulai
berada jikalau diadakan oleh sesuatu yang telah ada. Jikalau segala sesuatu
hanya mewujudkan kemungkinan saja, tentu harus ada sesuatu yang “adanya”
mewujudkan suatu keharusan. Padahal sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan,
“adanya” itu dapat disebabkan oleh sesuatu yang lain, atau berada sendiri.
Seandainya sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan disebabkan oleh sesuatu
yang lain, sebab-sebab itu tak mungkin ditarik hingga tiada batasnya. Oleh
karena itu, harus ada sesuatu yang perlu mutlak, yang tak disebabkan oleh
sesuatu yang lain. Inilah Allah.
4. Diantara
segala yang ada terdapat hal-hal yang lebih atau kurang baik, lebih atau kurang
benar, dan lain sebagainya. Apa yang disebut kurang baik, atau lebih baik, itu
tentu disesuaikan dengan sesuatu yang menyerupainya, yang dipakai sebagai
ukuran. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik.
Jadi, jikalau ada yang kurang baik, yang baik dan yang lebih baik, semuanya
mengharuskan adanya yang terbaik. Demikian juga halnya dengan yang kurang benar,
yang benar dan yang lebih benar dan lain sebagainya. Dari ini semua dapat
disimpulkan, bahwa harus ada sesuatu yang menjadi sebab dari segala yang baik,
segala yang benar, segala yang mulia, dan sebagainya. Yang menyebabkan semuanya
itu adalah Allah.
5. Segala
sesuatu yang tidak berakal, misalnya: tubuh alamiah, berbuat menuju kepada
tujuannya. Hal ini tampak dari caranya segala sesuatu yang tidak berakal tadi
berbuat, yaitu senantiasa dengan cara yang sama untuk mencapai hasil yang
terbaik. Dari situ terlihat bahwa perbuatan tubuh bukanlah perbuatan kebetulan,
semuanya diatur oleh suatu kekuatan, semuanya itu menuju pada “akhir”. Jika
tidak diarahkan oleh suatu “tokoh yang berakal”, maka semua perbuatan tubuh
tidak mungkin memperoleh ilmu pengetahuan. Kekuatan yang mengarahkan itu adalah
Allah[9].
d. Manusia
Tentang
manusia juga Thomas menyempurnakan ajaran Aristoteles. Ia sangat menekankan
kesatuan manusia Manusia adalah satu subtansi aja. Oleh karena itu jiwa manusia
tidak merupakan subtansi lengkap, sebagaimana dipikirkan oleh Plato. Jiwa
adalah bentuk yang menjiwai materi, yaitu badan. Tetapi jiwa menjalankan
aktivitas- aktivitas yang melebihi yang badani belaka, yaitu berpikir dan
berkehendak. Itulah aktivitas- aktivitas rohani. Karena aktivitasnya bersifat rohani,
jiwa sendiri harus bersifat rohani pula. Maka dari itu setelah manusia mati
jiwanya hidup terus. Dengan demikian Thomas mempertahankan kebakaan jiwa,
melawan pendirian Aristoteles. Tetapi ia mengakui pula bahwa jiwa sesudah
kematian hidup terus sebagai bentuk, tetap terarah pada badan. Itu cocok dengan
ajaran Kristiani mengenai kebangkitan badan, biarpun seorang filsuf atas dasar
rasio insani belaka tidak mampu bembenarkan ajaran kristiani tersebut.
Kesimpulan
Abad
Pertengahan bagi Barat merupakan abad gelap bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Namun, dalam suasana “gelap” tersebut Thomas Aquinas mampu menyumbangkan
pemikiran ilmiah yang dikemas dengan pemikiran teologi. Sebagian besar karyanya
bersifat teologis dengan sintesa filosofis. Thomas mendasarkan filsafatnya atas
prinsip-prinsip Aristotelisme. Dia selalu berusaha untuk mengetahui pendapat
Aristoteles secara teliti. Disamping itu, dia juga menggunakan sumber lain,
yaitu karangan-karangan neo-platonistis (Pseude-Dionysios), Augustinus, Boetius,
karangan-karangan Arab (terutama Ibn Sina dan Ibn Rushd) dan karya-karya Yahudi
(Maimonides). Dia menggunakan seluruh tradisi filosofis dan teologis. Thomas
menggarap semua inspirasi itu menjadi suatu sintesa yang betul-betul patut
dikagumi.
Diantara pokok pemikirannya St. Thomas Aquinas yang dapat
pemakalah sajikan adalah :
1.
Penciptaan
2.
Pengenalan mengenai Allah
3.
Hilemorfisme
4.
Manusia
Daftar
Pustaka
Hartoko,
Dick. 1986. Kamus Populer Filsafat. Jakarta: CV Rajawali
Murtiningsih, Wahyu. 2012. Para Filsuf Dari Plato Sampai Ibnu Bajjah. IRCiSoD. Jogjakarta
Hadiwijono,
Harun. 1989. Sari Sejarah Filsafat Barat
1, Yogyakarta: Kanisius
K.
Bertens. 1975. Ringkasan Sejarah Filsafat
Barat. Kanisius. Yogyakarta
Nasution,
Hasyimsah. 2005. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
http://afidburhanuddin.wordpress.com/2012/11/05/filsafat-thomas-aquinas/
[1] Wahyu Murtiningsih. 2012. Para Filsuf Dari Plato Sampai Ibnu Bajjah.
IRCiSoD. Jogjakarta. 68
[2] Ibid. 69
[3] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah
Filsafat Barat 1, Yogyakarta: Kanisius, 1989, cet. Ke-5,
hlm.
104
[4]
http://afidburhanuddin.wordpress.com/2012/11/05/filsafat-thomas-aquinas/
[5]
Hasyimsah Nasution, MA. 2005. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. hlm.
35-38.
[6] K. Bertens. 1975. Ringkasan
Sejarah Filsafat Barat. Hlm 37
[7] Ibid…, 38
[8] K.
Bertens. 1975. Ringkasan
Sejarah Filsafat Barat. 37
[9] Harun
Hadiwiono, op.Cit, hlm. 108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar